oleh

Dugaan Abaikan Putusan Pengadilan, Kepala Desa Ulak Lebar Digugat PMH

-Uncategorized-154 Dilihat

Upzmerdeka- Lahat, Sumsel – Kepala Desa Ulak Lebar, Kecamatan Lahat, kembali menghadapi gugatan perdata. Kali ini, gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dilayangkan oleh warganya, Muhammad Safe’i, S.E., M.M. Gugatan ini diajukan karena sang Kepala Desa diduga menolak untuk menjalankan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap atau inkrah

Sengketa ini bermula saat Muhammad Safe’i mengajukan permohonan informasi publik pada Juli 2024. Ia meminta salinan dokumen resmi desa dari tahun 2018 hingga 2023, yang meliputi Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes), laporan realisasi anggaran, Surat Pertanggungjawaban (SPJ) Dana Desa, serta dokumen pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
Namun, permintaan tersebut ditolak oleh Kepala Desa Ulak Lebar.

Padahal, baik Komisi Informasi Provinsi Sumatera Selatan maupun Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palembang sudah memutuskan secara tegas bahwa dokumen-dokumen tersebut merupakan informasi terbuka yang wajib diberikan kepada publik.

Putusan yang sudah inkrah wajib dihormati. Membangkang terhadap putusan pengadilan sama saja meruntuhkan kewibawaan hukum,” kata Hasrul, S.H., kuasa hukum penggugat, Selasa (2/9/2025).

“Karena itu, kami menempuh gugatan PMH di Pengadilan Negeri Lahat.”ujarnya

Sikap Kepala Desa ini turut menuai sorotan dari berbagai pihak. Tokoh masyarakat sekaligus aktivis, Iwan, menilai tindakan tersebut mencederai prinsip keterbukaan informasi publik.
“Keterbukaan informasi adalah kunci untuk mencegah penyalahgunaan dana desa. Jika Kepala Desa menolak menyerahkan dokumen meskipun sudah ada putusan pengadilan, berarti ia menutup akses masyarakat terhadap hak konstitusionalnya. Ini jelas merugikan publik dan mencederai prinsip transparansi,” ujar Iwan.

Keresahan juga dirasakan oleh warga Desa Ulak Lebar lainnya, Ujang Meriansyah, yang merasa pengelolaan dana desa tertutup. “Sebagai warga, kami hanya ingin tahu ke mana dana desa digunakan. Kalau terbuka, masyarakat tenang. Tapi kalau ditutup-tutupi, wajar kalau timbul kecurigaan,” katanya.

“Karena itu, kami mendukung gugatan ini agar pengelolaan desa lebih transparan,” tambahnya.
Dalam gugatan ini, Muhammad Safe’i tidak hanya menuntut agar Kepala Desa melaksanakan putusan Komisi Informasi dan PTUN, tetapi juga meminta ganti rugi. Ia menuntut ganti rugi materiil sebesar Rp35 juta, ganti rugi material Rp1 miliar, serta uang paksa (dwangsom) sebesar Rp2 juta per hari untuk setiap keterlambatan penyerahan dokumen.
“Ini bukan semata-mata persoalan pribadi penggugat, melainkan menyangkut prinsip fundamental.

Hak atas informasi adalah hak konstitusional warga negara. Negara harus hadir menegakkan hukum dan memastikan keterbukaan publik berjalan hingga ke tingkat desa,” pungkas Hasrul.(Red)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *